Jum’at pagi bertepatan dengan shalat Ied salah satu masjid di Tolikara dibakar oleh oknum yang “mempermasalahkan” pembangunan masjid di tanah Papua, dan merasa resah dengan keberadaan Muslim di sana, liputan dan pemberitaan tentang pembakaran masjid tersebut sontak menjadi trending topik dan menjadi headline news di beberapa media online, beberapa stasiun televisi swasta dalam skala nasional juga menayangkan berita tersebut secara terus menerus, sehingga pemberitaan mengenai pembakaran masjid di Tolikara begitu cepat menyebar dan tidak terbendung, isu-isu yang tidak bertanggung jawab juga menyeruak, terutama di media sosial berbagai macam opini dan dugaan-dugaan mengenai pembakaran ikut mewarnai, tidak jarang sampai menyinggung ke ranah sentimen keagamaan.
Masifnya pemberitaan dan respon masyarakat yang bergejolak memberikan dampak di berbagai daerah lain di Indonesia. Selang tiga bulan setelah pembakaran di Tolikara, pembakaran rumah ibadah kembali terjadi di Aceh Singkil, kali ini pembakaran dilakukan oleh oknum terhadap Gereja, hal serupa pun hampir sama di mana pemberitaan media yang meliput kejadian tersebut kian derasnya, respon masyarakat di media sosial tidak kalah “membisingkan” isu isu miring berseliweran, tuduhan tuduhan yang tidak berdasar juga terus dialamatkan kepada salah satu komunitas agama yang tentu saja dapat merusak hubungan kerukunan beragama yang sudah terjalin sejak lama di bumi Indonesia.
Perusahaan
media pada mulanya berperan
sebagai penyampai berita atas suatu kejadian tertentu, di mana berita menjadi
suatu hal yang penting dalam kehidupan masyarakat dewasa ini, dan pelaku perusahaan
media bukanlah hadir dalam ruang hampa yang terlepas dari
desas-desus ekonomi, politik dan budaya. Sebagaimana perusahaan
pada umumnya, tentulah perusahaan
media memiliki kepentingan dari perusahaan yang dikelolanya, paling tidak
bagaimana perusahaan tetap terus berdiri dan pemilik media mendapat keuntungan
serta mampu menggaji setiap karyawan dan membayar tagihan operasional setiap
bulannya.
Dalam memperoleh keuntungan maka
setiap perusahaan media harus merambah ke seluruh elemen
masyarakat agar dapat ditonton, dibaca dan disebar sebanyak-banyaknya. Semakin
banyak yang mengakses maka akan semakin eksis, semakin banyak yang datang
untuk beriklan dan
pastinya semakin banyak pulalah keuntungan yang didapat dari perusahaan media tersebut. Oleh
karena itu setiap perusahaan media dituntut untuk
bersaing perihal mengemas bagaimana berita disuguhkan ke masyarakat. Setiap perusahaan
media tentu memiliki peraturan dan tata
cara yang
harus dipatuhi, tapi
di era keterbukaan digital seperti saat ini, maka setiap orang siapa saja dan dimana sajapun berada bisa menjelma menjadi perusahaan media dengan segala
kepentingan yang dibawanya.
Media sosial kini merupakan suatu yang paling dekat
dengan masyarakat, setiap orang dapat berbagi kabar dan dapat bertemu walau
dengan jarak yang jauh sekalipun, dengan media sosial juga seseorang bisa
kembali bertemu dengan sanak keluarganya yang telah lama berpisah. Dalam perkembangannya,
media sosial menjadi sarana untuk mengakses berita sekaligus
respon terhadap suatu kejadian tertentu, seiring terus meningkatnya pengguna media sosial di
Indonesia. Dari data yang dirilis laman kominfo.go.id menyebutkan bahwa
pengguna internet di Indonesia mencapai 82 juta pengguna dan 80% diantaranya
adalah pengguna media sosial kalangan remaja.
Dua peristiwa di atas dapat memberikan gambaran kepada
kita bahwa perusahaan media berpotensi untuk mengembangkan konflik juga mentransfer konflik ke
wilayah lain yang sebelumnya tidak berkonflik menjadi berkonflik
melalui sebuah pemberitaan. Pemberitaan mengenai pembakaran dua rumah ibadah tentulah akan menjadi
pemberitaan yang menghebohkan di masyarakat, karena perihal agama adalah suatu yang fundamental dari setiap umat beragama dengan intensitas
tinggi dan rentan memancing emosi dari setiap pemeluknya, terlebih Masjid dan Gereja yang
merupakan tempat ibadah sekaligus
simbol
kesucian masing-masing agama.
Dan bagi perusahaan media pemberitaan tersebut merupakan pemberitaan yang dapat
memberikan keuntungan karena dapat meningkatkan eksistensi, traffic akses
pengunjung, dan rating perusahaan. Sedangkan media sosial menjadi sasaran utama berbagai pemberitaan
dari berbagai macam perusahaan media.
Maka ketika pemberitaan dengan segala nilai dan muatannya
diberitakan oleh banyak perusahaan media, dan juga masyarakat yang berbeda
latar belakang, pemahaman dan pengalaman menerima pemberitaan melalui media sosial maka akan akan muncul respon yang semakin beragam pula
dan tidak jarang sampai menimbulkan perselisihan. Media sosial menjadi pihak yang memfasilitasi dan
menyalurkan pemberitaan dengan begitu mudahnya menangkap kemudian menyebarkannya, bermula pada lingkaran dari setiap individu kemudian
meluas melalui jejaring ke lingkaran-lingkaran yang
lain sehingga bayangan-bayangan
berkonflik dirasa tanpa jarak dan begitu dekat dari sumber konflik walau berbeda pulau
sekalipun.
Kesimpulan
Pemberitaan konflik yang terus menerus dan media sosial yang
tidak terbendung akan menyebabkan konflik semakin mengakar dan semakin sulit
ditemukan jalan keluarnya. Dari pemberitaan ke media sosial, kemudian berdampak
pada kehidupan sehari-hari masyarakat di daerah lain yang merupakan bagian dari
komunitas agama yang terlibat konflik di suatu daerah tertentu. Dengan demikian akan merasa was-was
dengan komunitas agama yang berbeda di daerahnya, bahkan bisa merespon dengan membentuk
gerakan perlawanan atau pembalasan yang akan menyebabkan konflik menjadi
semakin luas.
Rekomendasi
:
Keragaman adalah jantung dari persatuan negara Republik Indonesia oleh
karena itu :
1. Perlunya perhatian dan peran serius pemerintah dalam menangani
pemberitaan yang bersinggungan dengan keragaman.
2. Perlunya kerjasama pemerintah dengan perusahaan media
dengan tujuan kerukunan umat beragama dan menjunjung tinggi keragaman.
3. Masyarakat harus bijak dalam menyikapi
berbagai pemberitaan dan tidak mudah terpancing secara berlebihan dalam
merespon pemberitaan yang berpotensi merusak keragaman di Indonesia.
4. Bermedia sosial dengan sehat.
silahkan ditambahkan :)
5.
6.
7.
8.
“artikel ini diikutsertakan dalam Kompetisi Blog yang diselenggarakan oleh ICRS dan Sebangsa” #celebratediversity #10tahunicrs
silahkan ditambahkan :)
5.
6.
7.
8.
“artikel ini diikutsertakan dalam Kompetisi Blog yang diselenggarakan oleh ICRS dan Sebangsa” #celebratediversity #10tahunicrs
1 komentar so far
Pertanyaannya: Betulkah semakin taat beragama, seseorang akan semakin eksklusivis? Apakah meyakini kebenaran eksklusif pada agamanya sendiri merupakan persyaratan bagi kedalaman spiritualitas?Dalam tulisan ini saya akan menjawab, https://www.itsme.id/keragaman-agama-itu-sunnatullah/
EmoticonEmoticon